النشرة البريدية

بالاشتراك في النشرة البريدية يصلك جديد الموقع بشكل أسبوعي، حيث يتم نشر مقالات في جانب تربية النفس والأسرة وقضايا الأمة والمرأة والتاريخ والدراسات والترجمات ومراجعات الكتب المفيدة، فضلا عن عدد من الاستشارات في كافة المواضيع والقضايا التي تهم المسلمين.

Subscription Form

Wanita dan Ketakutan terhadap Pernikahan

Wanita muslimah di zaman kita hidup di tengah arus deras ide-ide dan proyek-proyek yang memiliki tujuan utama untuk “menghancurkan wanita.” Proyek ini disalurkan melalui media yang tersebar luas dan lembaga-lembaga internasional serta melalui propaganda beracun yang telah berlangsung selama beberapa dekade di bawah dominasi Barat. Dampaknya mulai terasa pada wanita kaum muslimin selama beberapa generasi sejak awal penjajahan Barat di dunia Islam.

Barat menyadari bahwa salah satu kunci utama untuk mencapai dominasi di dunia Islam adalah menundukkan wanita muslimah ke dalam agenda mereka. Sayangnya, rencana mereka ini berhasil dilakukan. Wanita di zaman kita kehilangan peran dan posisinya yang utama sehingga generasi pun turut hilang arah dan dominasi ini terus berlanjut. Tidak ada yang mampu bertahan di bawah tekanan ini, kecuali mereka yang dirahmati Allah!

Pengalihan perhatian wanita dari tugas utamanya dalam membangun generasi muslim yang mampu memikul amanah Islam bukanlah satu-satunya alasan keberlanjutan dominasi ini. Tidak diragukan ada faktor-faktor perusak lainnya yang turut berkontribusi dan pria pun tidak luput dari sasaran mereka, sebagaimana halnya semua elemen kebangkitan individu dan umat.

Artikel ini tidak bertujuan untuk membahas tipu daya Barat, dominasi, dampak penjajahan, ataupun strategi serta rencana pelemahan yang masih efektif hingga saat ini. Namun, saya ingin menyoroti isu penting yang berkaitan dengan semua itu dan kini semakin marak di masyarakat kita. Isu tersebut adalah kecenderungan wanita untuk menjauhi pernikahan dan ketakutan mereka terhadap peran sebagai istri dan ibu!

Dari mana asal ketakutan ini, bagaimana ia terbentuk, dan apa motifnya?

Sebagaimana kita memiliki wanita yang impian mereka adalah menikah dan hidup stabil, namun mereka tidak dapat melakukannya karena aturan yang ditetapkan oleh keluarga —aturan yang tidak memiliki dasar dari Allah— seperti menyelesaikan pendidikan, bekerja, atau berkontribusi pada pengeluaran keluarga, kita juga memiliki wanita yang takut menikah, melarikan diri dari stabilitas, dan tidak termotivasi untuk itu karena konsep yang salah yang mereka pegang. Masalah ini dapat dirangkum sebagai berikut, berdasarkan apa yang saya temui dalam konsultasi terkait masalah ini dan pengamatan dari kenyataan:

• Membesar-besarkan tanggung jawab seorang istri.

Jenis pembicaraan propaganda tertentu berupaya menggambarkan peran istri sebagai tugas yang hampir mustahil. Mereka menuntut seorang istri untuk berperilaku seperti robot, tanpa toleransi kesalahan atau kelemahan. Jika tidak, ia dianggap bertanggung jawab atas kehancuran rumah tangga!

Gadis yang membaca banyak komentar semacam ini membayangkan pernikahan sebagai ujian besar yang tidak mampu ia tanggung, mulai dari keharusan menyenangkan suami setiap waktu meskipun kondisi mentalnya tidak mendukung dan ia merasa lemah, hingga harus memikul beban pendidikan anak seorang diri tanpa boleh melakukan kesalahan atau meminta bantuan. Ditambah lagi, ia membayangkan hubungan yang hanya didasarkan pada ketaatan mutlak tanpa adanya kasih sayang dan rasa cinta.

Gambaran seperti ini menciptakan rasa takut dan kekhawatiran besar terhadap pernikahan di kalangan sebagian wanita karena mereka menganggapnya sebagai tanggung jawab berat yang sulit dipenuhi. Namun, pemahaman ini sepenuhnya keliru. Kehidupan dalam pernikahan didasarkan pada rasa cinta, kasih sayang, dan hidup bersama dalam kebaikan serta sikap saling mendukung.

Tidak ada suami yang bijaksana yang akan meninggalkan istrinya dalam keadaan membutuhkan dengan alasan “ini kewajibanmu” atau “ini tanggung jawabmu sendiri.” Menggambarkan pernikahan sebagai persamaan matematika yang dingin dan kaku adalah hal yang tidak logis dan tidak realistis. Hubungan pernikahan adalah harmoni dan kerja sama dalam kebaikan dan ketakwaan.

Ketika seorang istri melemah dan membutuhkan dukungan, maka suaminya adalah orang pertama yang akan mendukungnya. Begitulah teladan dari para Salafush Shalih yang tidak pernah menghakimi istri dengan keras seolah-olah menggunakan “pedang tajam” di mana pilihannya hanya dua: menjalankan semua tugasnya atau dianggap gagal.

Hari-hari itu bergulir di antara manusia, antara kelemahan dan kekuatan, dan antara kemajuan dan kemunduran. Dalam setiap langkah, kita bergantung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Saya teringat bagaimana wanita-wanita salaf mampu melakukan segalanya sendiri, tetapi mereka mendapatkan berkah dan bantuan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui zikir dan doa.

Maka, wahai muslimah, tinggalkanlah ketakutan yang disebarkan oleh para penggembos dan bisikan para setan. Menjalankan peranmu sebagai istri dan ibu adalah sebuah kehormatan sebelum menjadi kewajiban. Jangan pernah mengira bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan meninggalkanmu tanpa memberikan pertolongan dan keberkahan jika kamu bersandar kepada-Nya dengan ikhlas dan menjadi hamba yang taat.

Tinggalkanlah wacana-wacana yang bertentangan dengan kenyataan dan pengalaman. Jangan halangi dirimu dari menerima nikmat, anugerah, dan pasangan yang saleh. Yakinlah bahwa Yang Maha Dermawan, jika engkau memuliakan-Nya, maka engkau akan mendapatkannya.

Tidaklah Allah menetapkan pernikahan, kecuali ada kebaikan di dalamnya bagi hamba-hamba-Nya. Berbaik sangkalah kepada Allah, renungkanlah ayat-ayat tentang pernikahan dalam al-Qur’an, dan pelajarilah bagaimana Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memperlakukan istri-istrinya — semoga Allah meridai mereka —. Dengan itu, ketakutanmu akan sirna.

• Besarnya Jumlah Pengalaman Gagal dan Tingginya Angka Perceraian

Banyak gadis merasa takut akan kegagalan dalam hubungan pernikahan. Mereka tidak ingin menanggung perasaan sedih, sakit hati, perpisahan, serta dampak konflik, terutama karena mereka kerap menyaksikan contoh-contoh seperti itu di sekeliling mereka. Jumlah wanita yang bercerai semakin banyak dengan berbagai alasan yang melatarbelakangi perceraian.

Perselisihan yang penuh kedengkian membuat dahi berkeringat serta lemahnya ketakwaan mendominasi pemandangan. Setiap kali seorang gadis diajak berbicara tentang pernikahan, ia langsung membayangkan dirinya sebagai wanita yang bercerai karena begitu banyak hal buruk yang ia saksikan. Kemudian, ketika ia mendengar cerita dari para janda dan pria yang telah bercerai serta pengalaman pernikahan yang gagal, kepercayaan dirinya terhadap kemungkinan keberhasilan dalam hubungan pernikahan pun semakin menurun. Bahkan, mungkin ia menyaksikan sendiri kegagalan itu di bawah satu atap bersama kedua orang tuanya.

Oleh karena itu, saya katakan bahwa menyebarnya kegagalan bukanlah alasan pasti untuk mengulanginya pada dirimu. Yang perlu kamu lakukan adalah memberontak terhadap semua penyebab kegagalan itu yang jumlahnya banyak dan awalnya terletak pada tujuan pernikahan. Setiap kali tujuan pernikahan bersifat murni duniawi, maka keberkahan akan hilang. Oleh karena itu, luruskan arah hidupmu dan ubah bagaimana cara pandang manusia. Jangan menjadikan dirimu sebagai salinan dari mereka, namun jadilah diri kamu versi manusia yang sukses dan menjadi teladan dengan mengumpulkan semua faktor pendukung keberhasilan.

Jika setiap orang mengikuti mayoritas manusia yang gagal, maka kita tidak akan pernah melihat satu pun keberhasilan. Keberhasilan selalu menjadi milik mereka yang memegang prinsip yang diyakini, berupaya dengan penuh dedikasi, dan bersandar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan itu, kamu akan melihat sendiri bagaimana pertolongan Allah menyertaimu.

Oleh karena itu, saudariku, jangan biarkan kegagalan para pelaku kegagalan menipumu. Karunia Allah itu luas dan pasti ada di suatu sudut kehidupan kisah-kisah keberhasilan yang luar biasa dan patut dihargai. Jadikanlah itu sebagai teladanmu.

• Wacana Feminis yang Menghasut

Wacana menyimpang ini, yang telah menyebar di tengah-tengah kita melalui berbagai bentuk media dan budaya, telah menyebabkan kerugian besar dalam pola pikir wanita. Sayangnya, wacana ini terus mendapat bahan bakar dari kesalahan yang ada di masyarakat dan dari menurunnya peran laki-laki di dalamnya. Terlepas dari apa pun penyebabnya, kita sedang berhadapan dengan penyakit dan pemikiran beracun yang harus segera ditangani. Wanita harus memahami bahwa feminisme adalah kondisi patologis dan penyakit yang tidak boleh merasuki dirinya sehingga kita perlu membangun ketahanan terhadapnya.

Boleh jadi salah satu konsep utama yang ingin ditanamkan oleh pemikiran destruktif ini dalam benak wanita adalah pentingnya “kemandirian” dan “aktualisasi diri” yang terpisah dari suami dan keluarganya. Mereka menanamkan ketakutan terhadap pernikahan dan melahirkan dengan alasan bahwa pernikahan itu akan merampas “kebebasan” wanita. Sebaliknya, mereka mendorong ide individualisme dan menerima eksploitasi oleh atasan atau pemilik perusahaan. Mereka juga menakut-nakuti wanita dengan peran sebagai ibu dan ibu rumah tangga serta merendahkan peran tersebut di matanya.

Tangani semua itu dengan al-Qur’an, sunah, amal saleh, serta para sahabat yang mengingatkan kepada Allah. Bacaan yang bermanfaat dan perhatian terhadap kesadaran serta ilmu yang diperlukan juga sangat penting. Saya belum menemukan obat sebaik ini dalam memperbaiki hati, menghancurkan keraguan, dan mengembalikan wanita ke jalan yang benar sebagai hamba Allah yang bertauhid.

Karena pada dasarnya, pertempuran antara feminisme dan wanita adalah pertempuran antara kekufuran dan Islam. Seorang wanita beriman yang teguh tidak akan tunduk pada seruan kekufuran. Sebaliknya, ia akan bangga dengan keimanannya dan Allah adalah Pelindung serta Penolongnya.

• Ketakutan terhadap Hubungan Pernikahan

Sebagian gadis mengalami ketakutan yang mendalam terhadap kehadiran suami dalam hidup mereka yang dianggap hanya akan memberi perintah dan larangan. Mereka menyimpan trauma dari hubungan buruk antara ayah dan ibu mereka serta mendengar cerita tetangga tentang kekerasan dalam rumah tangga atau wanita yang membicarakan hubungan pernikahan dengan nada mencela dan memperburuk. Ditambah lagi, pemahaman yang salah dan berlebihan membuat gadis-gadis ini menjauhi pernikahan, memandangnya dengan curiga, dan menganggap setiap pria yang mendekati mereka hanya sebagai sosok yang penuh nafsu, tanpa peduli pada esensi dan jiwa mereka.

Sayangnya, ini semua adalah akibat dari akumulasi kesalahan yang ada di masyarakat dan diperparah oleh pengaruh drama. Wanita-wanita semacam ini, bahkan jika mereka menikah, akan sangat kesulitan menyesuaikan diri dengan suami mereka karena rasa takut dan pandangan negatif terhadap hubungan pernikahan.

Solusinya adalah mengatasi semua pemikiran ini dengan petunjuk dari as-Sunnah dan kisah para wanita salihah serta memahami keindahan cinta, kasih sayang, dan hasil dari peran sebagai ibu. Penting juga untuk menjaga nilai-nilai kewanitaan agar tidak terdistorsi oleh pemikiran yang salah. Selain itu, harus dihindari terjebak dalam tontonan yang haram karena dampaknya dapat menimbulkan ketakutan terhadap hubungan pernikahan dan menciptakan pemahaman yang salah tentang hubungan halal tersebut.

Sayangnya, ada wanita yang diam-diam terjerumus dalam tontonan seperti itu yang disebabkan oleh penundaan usia pernikahan, meningkatnya fitnah, lingkungan pertemanan yang buruk, dan berbagai faktor lainnya. Akhirnya, mereka dikuasai oleh pemahaman buruk yang merusak!

• Adat dan Tradisi Usang

Banyak gadis menghindari pernikahan karena mereka dituntut memikul tanggung jawab yang sebenarnya tidak diwajibkan dalam Islam. Mereka dituntut untuk bekerja, mencari uang, memenuhi impian keluarga, tampil menonjol, dan memperhatikan pandangan masyarakat terhadap mereka. Akibatnya, mereka tidak memiliki kesempatan untuk memikirkan diri sendiri dan membangun keluarga.

Allah tidak menciptakan dua jantung dalam tubuhnya. Namun, kereta waktu terus berjalan, sedang ia belum siap menjadi seorang istri. Seluruh pikirannya hanya terfokus pada mengumpulkan uang dan mencapai kesuksesan sosial melalui karier. Di sisi lain, ada pihak-pihak yang membius hati nuraninya setiap kali ia mulai tersadar. Antara mereka yang meremehkan pentingnya pernikahan, yang menjadikan gelar pendidikan sebagai pencapaian tertinggi, dan yang mencela peran ibu rumah tangga; semua ini, ditambah dengan berbagai detail lain dalam gambaran tersebut, semakin membuatnya terpikat pada pilihan bekerja demi dunia semata!

Masalah ini membutuhkan refleksi serius terhadap diri sendiri dan berhenti dari mendengar dan taat terhadap perkara-perkara  yang tidak diridai oleh Allah. Hendaknya ia berani melawan tradisi jahiliah ini dan keluar dari jalur mengejar dunia yang tiada akhirnya. Ia juga perlu meluangkan waktu untuk memikirkan fitrahnya dan akhiratnya.

• Ketakutan terhadap Pengkhianatan

Karena maraknya kisah pengkhianatan dan pengingkaran janji dalam masyarakat kita, baik yang diceritakan oleh orang-orang maupun yang disajikan dalam drama dan media, sebagian gadis merasa ketakutan terhadap kemungkinan menikah dengan pria yang akan mengkhianatinya. Masalahnya, bahkan sekadar memikirkan bahwa seorang pria mungkin akan berpoligami sudah cukup membuat mereka sepenuhnya menolak ide pernikahan.

Banyak wanita menolak pria yang mempertimbangkan poligami karena bagi mereka itu adalah bentuk pengkhianatan. Pemikiran ini merupakan hasil akumulasi dari pengaruh budaya Barat yang telah menyebar meskipun wanita Barat sendiri hidup berdampingan dengan pengkhianatan dalam pernikahan dengan cara yang sangat mengherankan! Mereka lebih sibuk dengan berpenampilan di hadapan masyarakat, sementara hubungan pernikahan di rumah mereka hancur. Akibatnya, kecanduan khamar (minuman keras), penggunaan obat penenang, dan konsumsi obat untuk gangguan mental menjadi umum sebagai cara untuk mengatasi rasa sakit itu.

Seorang wanita muslimah tahu bahwa pria muslim yang bertakwa tidak akan mengkhianati atau melanggar batas-batas Allah. Poligami adalah hak syar’i bagi pria sehingga seorang wanita harus bijak dalam memilih pasangan sejak awal dan menerima hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mana tidaklah ia ditetapkan melainkan dengan hikmah yang agung lagi maslahat yang besar. Jangan membebani diri dengan memikirkan masa depan yang mungkin tidak akan pernah tercapai karena kematian bisa datang kapan saja!

• Kekecewaan Emosional dan Pengalaman Gagal

Wanita itu mengira bahwa pria itu adalah penyelamatnya, lalu ia bergantung padanya dengan penuh kepercayaan, terbuai oleh janji pernikahan dan komitmen kejujuran. Wanita, secara alami, memiliki perasaan yang mendalam. Jika perasaannya dicurahkan sepenuhnya kepada pria yang tidak menghargai atau melindunginya, maka ia akan mengalami luka dan kerugian besar dalam hidupnya.

Oleh karena itu, agama Islam datang untuk melindungi wanita dari menyia-nyiakan perasaannya di tempat yang salah. Islam melarang hubungan di luar pernikahan dan menyediakan jalan halal bagi siapa saja yang ingin menikahi wanita yang ia kagumi. Jika tidak, maka kehormatan kaum muslimin tidak boleh dianggap remeh. Seseorang akan menuai akibat dari perbuatannya sendiri.

Oleh karena itu, kami sangat menyarankan para gadis, terutama di era maraknya media sosial, untuk menjaga diri mereka. Jangan mudah percaya pada setiap pria yang mendekati mereka dengan cara seperti ini, sekalipun mengatasnamakan Allah dan jalan-Nya, bahkan jika dia seorang syekh, dai, atau figur terkenal di mimbar. Pria yang benar-benar jujur tidak akan meninggalkanmu di tengah jalan, namun ia akan menikahimu dengan perjanjian yang kokoh. Itulah tanda ketakwaan sejati.

Ya, seorang pria mungkin dapat melemah, tetapi sifat kejantanan mengingatkannya akan konsekuensi dari menghancurkan seorang gadis muslimah, apa pun alasannya. Ia harus melindunginya, sebagaimana ia ingin saudari dan putrinya dilindungi. Jika tidak, bagaimana ia bisa berharap Allah memberinya seorang istri yang menjaga kehormatannya, sementara ia sendiri telah melanggar kehormatan rumah tangga kaum muslimin lainnya secara diam-diam?

Seorang pria mesti bertanggung jawab atas janji dan komitmennya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadi saksi atasnya. Melarikan diri sering menjadi cara orang-orang seperti ini dan wanita menjadi korban yang mana tidak ada orang yang peduli padanya. Jadi, seorang wanita harus menjaga dirinya sendiri karena kita hidup di zaman di mana tidak ada yang dapat melindungimu, kecuali engkau menjauhkan diri dari setiap hubungan dengan pria yang dapat menimbulkan keraguan.

Jika kamu terjerumus dan sesuatu telah terjadi, maka anggaplah itu sebagai pelajaran berharga yang memberimu banyak hikmah… Jadikan pengalaman itu sebagai alasan untuk bangkit, bukan untuk mundur. Itulah semangat seorang wanita muslimah. Perbaiki diri, bertobat, dan luruskan kesalahan karena umat ini menantikan peranmu dan kebaikanmu. Allah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui hamba-hamba-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya!

• Gambaran Pernikahan yang Ideal

Sebagian gadis enggan menikah karena mereka membentuk gambaran yang sangat ideal tentang pernikahan di pikiran mereka. Mereka menginginkan pasangan dengan kriteria yang sulit ditemukan di lingkungan sekitarnya. Akibatnya, mereka lebih memilih tetap lajang daripada terjebak dalam pernikahan yang tidak memenuhi harapan.

Jenis gadis seperti ini sebenarnya bisa dimaklumi, terutama dengan maraknya contoh suami yang buruk dalam kehidupan kita. Namun, ini bukan alasan yang dapat dibenarkan selamanya. Prinsip dasarnya adalah mencari pria yang memiliki agama dan akhlak yang baik. Jika kriteria ini terpenuhi, maka mintalah pertolongan kepada Allah, lakukan salat istikharah, dan terimalah, karena itulah petunjuk yang benar.

Jika ingin melihat kenyataan, pernikahan adalah takdir yang tidak bisa dihindari jika Allah telah menetapkannya. Sekalipun kamu berusaha menghindar, jika Allah telah menuliskan jodohmu, kamu akan menikah dengannya. Kehati-hatian tidak akan dapat menjauhkanmu dari takdir. Jadi, mintalah pertolongan kepada Allah, karena kamu tidak tahu di mana letak kebaikan itu. Pada akhirnya, pernikahan bukan hanya untuk mendapatkan pasangan dengan gambaran yang ideal, tetapi juga untuk memiliki anak-anak yang menjadi penyejuk mata bagimu dan bagi kaum muslimin. Pikirkanlah hal ini lebih dalam.

Askese

Yang dimaksud di sini bukanlah askese yang terpuji berupa pengabdian penuh kepada Allah, sebagaimana firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala, “Dan sebutlah nama Tuhanmu dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh pengabdian.” (QS. Al-Muzzammil: 8)

Yang dimaksud di sini adalah askese yang tercela, seperti yang dilakukan oleh kaum Nasrani, yaitu meninggalkan pernikahan dan menyiksa diri sendiri dalam beribadah. Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang bentuk askese dan kerahiban ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan mereka mengada-adakan kerahiban, padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka; tetapi mereka melakukannya untuk mencari keridaan Allah, namun mereka tidak memeliharanya dengan sebenar-benarnya.” (QS. Al-Hadid: 27)

Di dalam Shahih Muslim, dari Anas, bahwa sekelompok orang dari kalangan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai amalan beliau yang tersembunyi. Sebagian dari sahabat berkata, “Saya tidak akan menikahi wanita.” Kemudian sebagian lagi berkata, “Saya tidak akan makan daging.” Dan sebagian lain lagi berkata, “Saya tidak akan tidur di atas kasur.” Mendengar ucapan-ucapan itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji Allah dan menyanjung-Nya, kemudian beliau bersabda, “Ada apa dengan mereka? Mereka berkata begini dan begitu, padahal aku sendiri salat dan juga tidur, berpuasa dan juga berbuka, dan aku juga menikahi wanita. Barang siapa yang yang membenci sunahku, maka ia bukan dari golonganku.”

Oleh karena itu, tidak diperbolehkan menyelisihi petunjuk kenabian. Barang siapa yang telah Allah karuniakan seorang suami yang saleh, maka hendaknya ia bertawakal kepada Allah, berbaik sangka kepada Rabb-nya, serta tetap beribadah dan khusyuk kepada-Nya Yang Maha Mulia.

Takdir, Rezeki, dan Ujian

Inilah beberapa alasan utama yang membuat wanita enggan menikah. Saya katakan kepada setiap muslimah bahwa pernikahan adalah takdir, rezeki, dan ujian. Jangan memandangnya sebagai impian besar yang harus terwujud dengan standar tertentu atau menolaknya sama sekali. Jangan pula menganggapnya sebagai sesuatu yang pasti berujung pada kegagalan dan kehancuran. Pernikahan adalah bagian dari takdir yang harus kita jalani. Banyak wanita yang telah menikah beberapa kali, namun tetap memiliki fitrah yang lurus dan pandangan yang sehat tentang pernikahan. Mereka tidak melampaui batas ketika berselisih dan tidak mengingkari nikmat ini.

Takdir telah menentukan bahwa seorang wanita ditakdirkan untuk seorang pria tertentu, bukan untuk yang lain. Beruntunglah wanita yang berbuat baik, meninggalkan jejak yang indah, bertakwa kepada Allah, dan menunaikan kewajibannya tanpa berbuat zalim. Ia menjalani ujian ini dengan sukses dan kembali kepada Rabb-nya dengan keberhasilan dalam ujian ketakwaan.

Bahkan jika pernikahan tidak bertahan dan berakhir dengan perceraian, yang terpenting adalah bagaimana kamu menjalani proses itu. Semua ini adalah ujian yang akan mengangkat atau merendahkan derajatmu. Pilihlah jalan yang mendekatkan dirimu kepada Allah dengan mengikuti kitab-Nya, sunah Nabi-Nya, dan rida atas takdir, baik dan buruknya. Itulah jalan menuju kemenangan.

Seorang wanita muslimah tidak akan pernah menyesali sesuatu yang halal. Perceraian setelah pernikahan yang halal bukanlah kegagalan. Namun, ini bukan berarti seorang wanita harus menerima sembarang pria yang melamarnya. Malah, tidak salah bagi seorang wanita untuk memilih pria terbaik yang sesuai dengan agama dan keadaannya! Hanya saja tidak semua wanita berada dalam kondisi yang sama dan tidak semua wanita hidup dalam kenyamanan. Jadi, mintalah petunjuk kepada Allah dalam salat istikharah dan sibukkan dirimu dengan ketaatan hingga Allah menetapkan keputusan yang telah ditakdirkan.

Saya sampaikan kepada mereka yang belum diberi rezeki berupa suami yang saleh dalam hidupnya, ketahuilah bahwa di surga tidak ada kesendirian. Beramallah untuk meraih derajat yang tinggi, maka Allah akan memilihkan untukmu salah satu dari hamba-Nya yang paling dicintai-Nya!

Ketahuilah bahwa tempat tinggal yang sejati adalah di surga. Itulah sebabnya kita beramal dan berjuang karena kita diciptakan untuk beribadah kepada Allah. Barang siapa yang tidak diberi rezeki berupa suami yang saleh yang dapat melindungi, menjaga kehormatan, dan membantunya dalam ketakwaan, maka hendaklah ia bersabar dan berusaha meraih derajat Firdaus yang tertinggi. Anggaplah itu sebagai ujian dari Allah untuk melihat bagaimana amal perbuatanmu.

Pernikahan yang sukses adalah karunia dari Allah. Bagi mereka yang tidak mendapatkannya, maka anggaplah itu sebagai bagian dari ujian hidup dan kekurangan yang harus diterima. Jangan mengingkari nikmat Allah sejak permulaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri supaya kamu merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum: 21)

Semoga Allah menjaga wanita-wanita kaum muslimin, membimbing mereka menuju apa yang dicintai dan diridai-Nya, serta melindungi mereka dari segala fitnah yang tampak maupun tersembunyi. Semoga Allah mengumpulkan mereka dengan pria-pria saleh yang mampu menjalankan kepemimpinan dan menjaga amanah.

النساء والخشية من الزواج

Wanita dan Ketakutan terhadap Pernikahan -pdf-

النشرة البريدية

بالاشتراك في النشرة البريدية يصلك جديد الموقع بشكل أسبوعي، حيث يتم نشر مقالات في جانب تربية النفس والأسرة وقضايا الأمة والمرأة والتاريخ والدراسات والترجمات ومراجعات الكتب المفيدة، فضلا عن عدد من الاستشارات في كافة المواضيع والقضايا التي تهم المسلمين.

Subscription Form

شارك
Subscribe
نبّهني عن
guest

0 تعليقات
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x